Pengertian Hukum Bisnis
Foto oleh fauxels dari Pexels
Hukum merupakan cermin yang memantulkan kepentingan rakyat. Karena kepentingan rakyat selalu berubah, maka secara operasional hukum juga dituntut untuk selalu mengubah dirinya. Hukum berkembang dari Repressive law menjadi Autonomous law dan kemudian berbentuk Responsive Law.
1. HARUS PRO AKTIF
Hukum tidak semata-mata reaktif melainkan mesti pro aktif. Dalam konteks ini, hukum akan berperan secara tut wuri handayani “harus memiliki pandangan untuk masa yang lalu, sekarang, dan yang akan datang”, atau yang dikenal juga dengan istilah tool of social egineering.
Dalam bidang hukum bisnis, tensi perubahan cukup tinggi, bahkan sedemikian pesatnya, menyebabkan hukum bisnis seringkali tertinggal, sehingga sudah menjadi fenomena klasik disetiap diskusi tentang hukum bisnis, ujung-ujungnya dicapai kesimpulan bahwa hukum bisnis tertinggal dari kepentingan masyarakat, sehingga perlu perubahan policy atau perundang-undangan yang ada.
2. BANYAK KELUHAN
Keluhan-keluhan para pelaku bisnis dalam praktek, terjadi tidak hanya dalam bidang-bidang bisnis yang diatur oleh zaman belanda seperti KUH dagang atau KUH perdata, atau aturan-aturan lima puluhan. Bahkan komplain yang ditujukan terhadapa pelaksanaan peraturan yang masih tergolong baru. Misalnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1988.
Disamping itu beberapa produk hukum bisnis dalam dasawarsa hippies (60-an) atau 70-an juga semakin usang, sehingga perlu direvisi, seperti tentang undang-undang dan Penanaman Modal Asing (PMA), undang-undang tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), undang-undang tetang lingkungan hidup, dll.
Dari gejala-gejala diatas terlihat ada “something wrong” dalam proses pembentukan hukum bisnis kita. Proses pembentukan Undang-Undang lewat DPR, disamping prosesnya bertele-tele, bebannya overloaded dan lamban, juga tidak cukup terjamin bahwa para wakil rakyat menguasai pesoalan secara baik.
3. HUKUM DAN TEKNOLOGI
Perkembangan bisnis tentu juga berinteraksi dengan perkembangan ilmu dan teknologi, selanjutnya akan bermuara juga kearah perkembangan hukum. Interrelasi antara ilmu dan teknologi ini dengan bidang hukum mempunyai refleksi paling sedikit dalam dua hal:
Pertama, Temuan teknologi menghasilkan produk-produk yang disamping berdampak positif, tetapi juga berdampak positif bagi masyarakat. Sehingga, diperlukan aturan hukum yang baru untuk mengaturnya. Contoh: perkembangan teknologi dibidang konstruksi, menyebabkan hukum konstruksi terus menerus mesti diperbarui untuk menghindari terjadinya bangunan yang tidak safe bagi masyarakat.
Kedua, pemanfaatan perkembangan ilmu dan teknologi untuk kepentingan hukum, sehingga diperlukan formulasi baru terhadap sector hukum. Contoh: penggunaan saksi ahli dari bidang kedokteran untuk misalnya mengetahui penyebab kematian atau kecelakaan atas manusia.
4. MASA DESINTRAGATED
Dewasa ini, tatanan hukum lama yang berasal dari hukum kolonial dan hukum adat, bahkan hukum yang dibentuk setelah kemerdekaan banyak yang telah usang. Dan disisi lain, tatanan alternatif dari hukum baru belum juga terbentuk. Bahkan platform yang jelaspun belum diketahui. Ditambah lagi tuntutan disektor ekonomi yang harus melakukan pertumbuhan secara maksimal, terciptalah distorsi dalam bidang hukum bisnis, yang juga akan terefleksi kepada distorsi kepada sektor bisnis dan ekonomi itu sendiri.
Konsekuensi logisnya , tidak terlalu mengherankan jika terjadi banyak praktek yang tidak fair, seperti persaingan usaha yang tidak sehat, monopoli, oligopoli, kartel, bisnis dan perizinan yang dilandasi atas koneksi, suap menyuap, hak konsumen yang tidak dilindungi, loby yang kental, pelaksanaan bisnis yang setengah-setengah sehingga menimbulkan kredit macet, dll. Jelas sekali bahwa hukum bisnis kurang berperan, baik secara kevakuman maupun aturan yang kurang jelas.
Karena hukum dibuat untuk diberlakukan bagi masa yang akan datang, maka hukum harus future oriented. Sehingga hukum seharusnya diimbangi oleh future analysis, yang komprehensif dan imiginatif dari setiap fenomena hukum yang ada. Dibidang hukum bisnis, hal tersebut sangat krusial, karena tensi dari perkembangan bisnis begitu cepat. Itu juga menjadikan sebab mengapa pihak otoritas lebih suka mengatur bisnis dengan surat-surat edaran, yang lebih mudah dan dicabut apabila diperlukan.
Materi Disampaikan Oleh Bu Ninik Azizah Mata Kuliah Hukum Bisnis Pada Prodi Hukum Keluarga Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang
0 Comments: